Sebuah Lanjutan


Ada hal yang paling menarik dalam hidup ini. Yang jika kamu berjalan bersama keberanian dalam dirimu, pasti kamu akan menemukannya. Seperti saya saat ini. Bertemu dengan dirimu dalam pertemuan tidak sengaja dan akan menjadi rahasia. Hal paling menarik itu adalah mencari jawaban mengenai teka-teki yang semesta rencanakan. Juga memecahkan misteri yang sudah kamu buat sendiri.


Dulu, waktu di Kota Mara, saya masih ingat betul tentang kalimat terakhir saya padamu. Semoga dalam bersama yang akan datang, akan ada yang terungkap. Kalimat inilah misteri yang saya ciptakan sendiri dan ingin saya pecahkan. Saya tidak pernah menaruh harap untuk bisa bertemu denganmu. Saya membiarkan diri saya tenggelam dalam kata terserah dengan keyakinan pasti kita akan bertemu kembali.

Kamu tahu apa yang terungkap dalam tiap-tiap pertemuan kita? Bahwasanya kita tidak bisa menduga apa yang akan datang dalam hidup masing-masing. Begitu pula dengan kepergian. Hidup dan waktu adalah rahasia terbesar di alam semesta. Itu sebabnya kita tidak perlu terlalu berambisi menggapai sesuatu. Karena sesuatu yang sudah digariskan pada telapak tanganmu merupakan milikmu dan tidak akan pernah lepas dari genggamanmu. Jadi keberuntungan besar seseorang adalah mendapat jawaban dari apa yang telah dirahasiakan.


Kami berdua masih tetap berjalan. Sambil ingin mendengar lagi apa yang akan ia ceritakan. Saya mengambil rokok di dalam saku celana. Namun hal yang tidak terduga terjadi. Ketika saya hendak membakar ujung rokok, dengan sigap ia mengambil rokok tersebut dari bibir saya lalu membuang rokok itu.

Maaf sebelumnya jika saya sudah lancang. Tapi ada satu aturan yang tidak boleh kamu langgar ketika jalan bersama saya. Kamu tidak boleh merokok. Sebab saya tidak kuat menahan aroma dan asap rokok yang bisa membuat dada saya sesak. Di lain sisi saya punya phobia tersendiri pada rokok.

Mendengar itu semua, saya hanya bisa mengiyakan perkataannya. Lebih baik saling menghargai dari pada saling ego. Saya percaya bahwasanya permasalahan yang terjadi pada umat manusia selain karena rasa lapar juga karena ego. Itu sebabnya ada keadaan di mana kita sebagai manusia harus mengalah. Jika kita tidak pernah mengalah maka kebobrokkan akan mengibarkan bendera kemenangannya. Manusia tidak akan pernah menang jika tidak mengalahkan diri sendiri.

“Hey.” Tegurnya. “Kamu marah sama saya?” lanjutnya.

“Tidak. Hanya saja saya kembali menyadari sesuatu bahwa mengalah itu perlu.”

“Kamu sendiri kenapa mau jalan sama orang yang tidak kamu kenal?” Ia mengembalikan pertanyaan yang sebelumnya saya lontarkan kepadanya.

“Abang saya pernah mengatakan sesuatu yang menarik. Hidup adalah perjalanan. Bertemu orang baru dan melakukan hal-hal baru bersama orang baru. Itu sebabnya saya selalu ingin berteman dengan sipapun.”

“Bagaimana jika orang yang baru saja kamu kenal itu tidak baik?”

“Hahaha… pertanyaanmu dulu pernah saya tanyakan di abang saya. Dan kamu ingin tahu apa jawabannya?”

“Boleh sekali.”

“Pada dasarnya tidak ada manusia yang jahat. Manusia selalu memiliki sisi baik. Namun jika kamu jahat padanya maka ia akan jahat padamu. Jika kamu baik padanya maka ia akan baik padamu. Kesimpulannya, jangan berburuk sangka pada orang lain. Jangan menilai orang dari apa yang ia nampakkan tapi cari apa yang ia tidak nampakkan bahkan dalam berbicara seperti kita berdua saat ini. Mungkin itu yang dimaksudkan dalam berfilsafat.”

Bersambung…

Catatan:

Cerita ini adalah cerita lanjutan dari tiga cerita sebelumnya

1. Yang Tak Dimengerti, 2. Dan Tertap Tanya, 3. Perjumpaan Ketiga.

No comments for "Sebuah Lanjutan"