Yang Tak Dimengerti


Beberapa waktu lalu, saya bertemu seseorang secara tidak sengaja. Ia suka berjalan seorang diri. Tas dan kamera selalu ia bawa saat berjalan. Ia suka berjalan kaki menyusuri jalan panjang pun lorong-lorong. Ia sangat bersemengat menceritakan kisahnya dan awal mula bagaimana ia suka berjalan kaki.

Pertemuan pertama saya dan dia merupakan sebuah kebetulan atau mungkin hadiah dari sebuah ketidak-sengajaan.

Saat itu matahari sedang panas-panasnya. Kota Mara menggambarkan potongan-potongan kesepian. Sepi. Sepi di sini. Hanya dua tiga orang yang sedang duduk seperti bertapa atau sekadar melahap kembali masa lalu mereka.

Sama seperti dua tiga orang itu, saya juga berusaha melahap kembali potongan-potongan masa lalu di tempat ini. Duduk sambil membayangkan sesuatu yang baru nan menyenangkan. Dengan penuh pendalaman, saya melihat laut itu penuh saksama. Gelombangnya yang lunglai seperti jilbabmu yang tergontai. Hanya itu yang mampu saya telanjangi dari bayangan yang sedang tidak ingin dituntut untuk menelan kenangan. Kepala merasa muak. Tapi memang kita sebagai manusia harus bisa menikmati kisah ditinggalkan atau meninggalkan. Lebih jauh lagi, kita harus mahir dalam menikmati karma.

Pusing memikirkan apa yang datang meledak begitu saja dalam kepala. Saya memilih mengeluarkan buku dari tas salempang yang selalu saya bawa. Tak lupa mengambil tumbler pemberian mama yang selalu ada di jok motor. Setelah cukup apa yang saya butuhkan. Maka sudah waktunya mencari tahu tentang “pada bait kesekian, diksi-diksi yang berbaris, kehilangan arah setelah koma yang berkepanjangan. Mereka baru menyadari bahwa dirinya hanyalah potongan tanya utusan Penyair Agung yang saling mencari penjelasan, saling mengartikan maknanya sendiri. Kemudian tetap menjadi tanya, tetap mencari, dan menemukan”  Syahid Muhammad.

Belum lama mencari diksi-diksi yang kehilangan arah. Seseorang dari samping berkata “Maaf, bisa saya duduk di dekatmu?”

“Silahkan saja.”

Ia pun duduk. Mengeluarkan kamera dan memotret perahu yang sedang mengapung ditinggalkan nelayannya.

Usai memotret, ia berkata “perjalanan hidup seseorang tetap menjadi tanya, tetap mencari, dan menemukan. Untuk yang ketakutan dan bersembunyi. Untuk yang dibedakan dan diasingkan. Tegak dan hiduplah. Tegak dan hiduplah. Tegak dan hiduplah.”

“Hei, apakah kamu seorang orator untuk dirimu sendiri?”  tanya saya.

“Hahaha… pertanyaanmu jenaka juga. Saya tahu nii… mungkin kamu salah satu orang dari kategori para bajingan yang menyenangkan.”

“Hehehe… jangan terlalu cepat menilai orang lain.”

“Iya. Iya. Maaf.”

“Kamu ingin tahu sesuatu dari buku yang barangkali sudah kamu baca?”

“Boleh.”

“Kamu bukanlah apa yang kamu tahu. Kamu adalah apa yang kamu beritahu. Membalas pernyataanmu tadi, mungkin saja kamu yang kategori para bajingan menyenangkan.”

Ia terdiam. Menghela nafas secukupnya. Kemudian menghembuskannya pelan.

Terkadang aku ingin bertahan menjadi rahasia. Dari pada terungkap tapi tidak dipedulikan. Namun, kita tak pernah benar-benar tidak peduli. Sampai hal itu terjadi pada kita, sampai kita menjadi rahasia itu sendiri. Syahid Muhammad. Apakah kamu ingin menjadi rahasia itu sendiri?” ia bertanya setelah mengutip.

“Egosentris. Aku adalah rahasia yang semakin nyaring di dalam sepi.”

Tidak sengaja kami mengucapkan bersama kalimat “Aku adalah rahasia  yang semakin nyaring dalam sepi.”

“Bagaimana? Mungkin kita bisa sependapat kan!”  Saya kembali bertanya.

Ia kembali terdiam. Raut wajahnya begitu tenang. Ia tidak ingin sembarang dalam bertutur kata.

“Sependapat. Dalam hal ini saya mengakui kita bisa sependapat. Tidak tahu pada pertemuan berikutnya. Pertemuan yang tidak sengaja dan akan menjadi rahasia.” Jawabnya.

“Bukankah pertemuan-pertemuan berikutnya sudah menjadi bagian-bagian dari rencana dan bukan sebuah rahasia lagi?”

“Semoga dalam bersama yang akan datang, akan ada yang terungkap.”

Setelah berkata demikian, ia lekas berdiri. Berjalan menyusuri jalan seorang diri. Sedang saya seperti diberi tugas olehnya. Perihal pertemuan tidak sengaja dan rahasia yang ia katakan.


Pertemuan tidak sengaja dan rahasia. Kapan? Dan apa rahasianya? Lalu kami akan bertemu dimana? Apakah di sini atau di situ? Aahg… mungkin ini yang dimaksudkan rahasia agar kita tetap menjadi tanya, tetap mencari, dan menemukan. Apakah ini yang ia maksudkan dengan ucapannya Tegak dan Hiduplah. Saya masih belum mengerti. Hey Socrates, apakah betul ucapanmu bahwa yang aku tahu adalah aku tidak tahu apa-apa. Entahlah.

BERSAMBUNG

Catatan:
Nanti kita lanjut di cerita kedua.
Wkwkwk…

No comments for "Yang Tak Dimengerti"