Perjumpaan Ketiga


Sore tadi, usai membaca habis satu buku. Seperti biasa saya ingin mencari tempat tinggi agar bisa melihat laut dari jauh. Lalu menceburkan diri pada kerumunan dialektika. Akan tetapi, kebiasaan itu belum bisa saya lakukan saat  ini. Melihat stok persediaan buku bacaan saya di atas lemari sudah selesai dibaca. Saya  memilih untuk ke Gramedia. Membeli buku-buku yang saya anggap menarik.


Sesampainya di Gramedia, saya seperti mengikuti ajang pencarian jodoh. Memilih buku mana yang sekiranya bisa menjadi pasangan saya. Berjalan dari satu rak buku menuju rak buku lainnya. Membaca judul, sinopsis, dan nama penulisnya.

Saat mencari buku mana yang sekiranya bisa menjadi pilihan saya. Saya mendengar suara seseorang sedang berbicara dengan penjaga kasir. Menanyakan buku pesanannya sudah datang atau belum. Suara orang itu memantik ingatan saya kepada seseorang yang datang bersama perjumpaan tidak sengaja dan menjadi rahasia. Saya mencaoba memastikan, apakah benar suara ini adalah suara yang belum lama saya kenal.

Langkah demi langkah saya menuju ke kasir. Melihat dengan siapa si kasir sedang berbicara. Belum sempat melihat wajahnya, kameranya lebih dulu menampakkan wajahnya. Ternyata benar, ia adalah orang itu. Orang yang selalu jalan bersama kameranya.

“Hey.” Saya menyapanya dari balik punggungnya.

“Eh, kamu. Sedang apa di sini?”

“Cari ikan untuk dibaca. Yaa… cari buku lah. Sudah tahu Gramedia jual buku masih mau di tanya.”

"Sinis amat jawabnya.”

“Dari pada jawabnya lembut-lembut nanti dikira ngegombal. Mending di kerasin aja.”

“Selow men. Selow. Jadi kamu sudah dapat buku yang kamu cari?”

“Belum. Kamu sendiri bagaimana?”

“Saya tidak perlu lagi mencari. Sudah disiapkan sama bang kasir.”

“Wah asik ya.”

Kembali langkah kaki menjelajahi rak-rak buku. Ia yang telah saya belakangi menawarkan diri untuk menemani. Tanpa berkata, hanya dengan anggukan kepala pertanda setuju, ia pun mengikut.

“Sepertinya kamu harus membaca buku ini.” Ia menyarankan satu buku kepada saya.

“Kenapa harus?”

“Nanti kamu akan paham setelah membacanya. Dan jika kita masih menjadi kebetulan-kebetulan yang menyenangkan. Kita akan mendiskusikan berdua buku ini.”

Tanpa pikir panjang, saya langsung mengambil buku itu lalu mengambil satu buku lagi yang saya anggap menarik untuk saya baca.

Usai membayar. Saya dan dia berjalan berdampingan menuju lampu merah. Tempat di mana para pengendara hendak mencuri star. Selagi para pengendara masih diperangkap oleh lampu merah. Ia mengeluarkan kamera dan memotret para pengendara. Sering juga mengarahkan kameranya pada anak-anak yang sedang mengais rezeki di lampu merah ini.

“Kamu sibuk sore ini?” Ia bertanya.

“Tidak.”

“Nongkrong di sana yuk?”

“Umm… sepertinya saya tidak bisa nyaman di tempat seperti itu.”

“Baiklah. Jadi kamu maunya di mana?”

“Bagaimana kalau kita berbincang sambil berjalan? Barangkali itu lebih menyenangkan. Di lain sisi mungkin ada objek menarik untuk kamu potret.”

“Ide yang bagus. Tapi kita akan kearah mana?”

“Pelabuhan. Di dekat pelabuhan ada taman BRI. Saya belum pernah ke sana saat sore tiba.”

“Saya juga belum pernah ke sana.”

Kami berdua menapaki setiap jalan dan lorong-lorong menuju pelabuhan. Sering ia meminta berhenti. Bukan karena ia merasa lelah melainkan ingin memotret sesuatu yang menurutnya bagus. Sambil berjalan juga kami sering bertukar cerita. Kadang ia meminta pendapat untuk menilai hasil jepretannya. Jujur saja, hasil jepretannya bagus-bagus dan ada juga yang sangat bagus.

“Hey, kenapa kamu mau jalan bersama orang yang tidak kamu kenal seperti saya ini?”

Ia terdiam. Memandang saya sejenak. Lalu berjalan ke salah satu warung. Membeli minuman. Menawarkan satu lagi minuman kepada saya namun saya menolaknya karena saya selalu membawa tumbler dalam tas.

“Kamu belum menjawab pertanyaan saya?”

Ia pun bercerita…


Catatan:
Nanti kita lanjut di cerita berikutnya.
Selamat membaca
Cqcqcqcq 

No comments for "Perjumpaan Ketiga"