Memasuki Tenda

Setelah kami menenggelamkan diri kedalam makna. Rasanya kepala mulai berat bercampur kantuk. Kopi di gelas kami pun tersisa ampas. Mungkin makna ingin beristrahat sekarang. Sepertinya saya juga harus istrahat sekarang. Mengingat kejadian bersama Sena di pantai tadi. Rasa-rasanya rasa bersalah memang tidak akan luput dari hati.

"Sena" Ucap bibir ini pelan sambil membenahi nyala api.

"Sepertinya saya mulai mengantuk" kata lelaki itu.

"Saya juga"

Ia tersenyum dan lebih dulu memasuki tenda. Meninggalkan saya seorang diri. Meninggalkan pandangan yang tak lagi segar sebab malam beberapa jam lagi akan jatuh. 

Lelaki itu telah menutup tendanya. Api masih menyala terang. Seterang rasa bersalah ini. Lebih jauh lagi, seterang dan sepayah keputusan ini. "Dasar La Ponja sialan" ujar saya dalam hati.

Turrr... suara panggilan masuk mengusik lamunan. Saya mengecek, Ternyata Pani.

"Halo, kamu di mana? Kok saya cek di rumah tidak ada" tanya Pani.

"Lagi camp di bukit Lamando"

"Ih, kok kamu ngga ngajak-ngajak sih. Emang bangsat lu yaaa... sendiri mulu" ucapnya kesal.

"Iya-iya. Maaf. Nanti lain kali saya..." belum sempat mengakhiri perkataan. Ia telah memutuskan panggilan. Ah, barangkali memang begitu perempuan.

Api masih menyala. Suara Jangkrik terdengar lebih bersemangat. Hanya saja mata memaksa untuk istrahat. Akhirnya, saya memasuki tenda dan membiarkan api menyala-nyala dalam kesepiannya. Namun sebelum memasuki dunia mimpi, ada beberapa kalimat ingin tertulis:

Pada sebuah keputusan
Sering sepakat tidak diikut sertakan
sering pula egolah yang menuntun
dan kita tenggelam dalam kesalahan
lalu membiarkan bara menyala-nyala

Mata terpejam. Dunia mimpi hadir. Dan kita akan bertemu di pagi yang biasa. Selamat malam.

Cerita ini merupakan lanjutan dari cerita sebelumnya yang berjudul Lelaki Yang Meracau

No comments for "Memasuki Tenda"