Air Mata di Tengah Malam


Jika tengah malam tiba, lelaki itu duduk memeluk lutut seorang diri. Hati dan pikirannya terasa hampa. Punggungnya menjadi berat. Kadang air matanya jatuh tiba-tiba. Hati dan pikirannya yang terasa hampa telah memainkan perasaan lelaki itu. 

“Barangkali ini adalah tanda kematian.” Bisik lelaki itu pada udara.

Di sekitarnya sepi. Untuk kali pertama lelaki itu merasakan sepi yang teramat dalam. Hening disekitarnya juga ikut memengaruhi keadaan. “Barangkali seperti inilah keadaan kuburanku nanti.” Lanjut lelaki itu berbisik kepada udara.

Sesaat kemudian lelaki itu berdiri mengambil wudhu. Membentangkan sajadah. Ingin menunaikan sholat tahajud.

Ada rasa takut yang akut dalam dadanya. Tubuhnya bergetar kuat. Hampir saja lututnya roboh tak kuat menahan getaran atas tubuhnya saat takbiratul ihram. Ia menarik nafas. Wajahnya di pehuhi keringat. Ia terdiam. Al-Fatiha belum juga dilantunkan. Ia masih diam. Bajunya menjadi basah.

Saat ayat suci mulai dilantunkan. Matanya tak kuasa menahan air mata. Al-Fatiha dalam sholat tahajudnya belum selesai. Mulut lelaki itu tak kuasa membaca ayat kelima. Mata lelaki itu terus saja membasah. Beberapa saat kemudian ia melanjutkan bacaannya. Yang artinya “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”

Dadanya tersentak seperti disentuh oleh sesuatu. Perlahan dada lelaki itu menjadi lapang. 

“Wan-naazi’aati ghorqoo (Demi malaikat yang mencabut nyawa dengan keras).”

Tubuh lelaki itu rubuh. Ia tak kuasa melanjutkan sholat tahajudnya. Surah An-Nazi’at memicu getaran hebat pun ketakutan yang sangat. Di atas bentangan sajadahnya, ia menangis tersedu-sedu. Sungguh pikiran akan kematian telah mengusainya. 

“Ya Allah selamatkan aku dari siksa kuburmu. Lapangkan kuburanku. Terangkan kuburanku. Dan beri aku kasih sayang-Mu.” Doanya disela-sela tangis.

Air matanya terus berjatuhan. Keringat sebelumnya mulai mengering. Udara disekitarnya dingin benar. Ia kedinginan layaknya orang menggigil. “Wahai kematian, apakah telah tiba waktuku? Jika iya. Cabutlah nyawaku sebagaimana ayat kedua dalam surah An-Nazi’at.  Wan-naasyithooti nasythoo (Demi malaikat yang mencabut nyawa dengan lemah lembut).” 

Lelaki itu berdiri menuju kamarnya. Ia menelantangkan diri sambil menarik selimut. Baju sholatnya belum ia lepas. Meski telah memakai selimut. Tubuhnya masih saja dingin benar. Mulutnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Diikuti istighfar.

“JIka sekaranglah saatnya. Jangan buat orang disekitarku menjadi sedih. Ambilah nyawaku ini dengan lemah lembut. Buatlah wajahku menjadi bahagia agar orang disekitarku tidak merasakan sedih. Aku telah ikhlas. Allahumma Sholli ala Muhammad wa ala Ali Muhammad.”

Lelaki itu menutup matanya sambil menanti kematian tiba. Dan ketika bunyi tahrim dari masjid mengumandang, pertanda waktu shubuh. Matanya terbuka. Kembali, matanya tiba-tiba menjatuhkan air mata. Ada mimpi yang membuatnya tenang dan membuatnya bersyukur. Mimpi itu menjadi rahasia.


No comments for "Air Mata di Tengah Malam"